Liputan6.com, Lebak - Bagi masyarakat Lebak, nama Multatuli alias Eduard Douwes Dekker, penulis buku Max Havellar, memiliki sejarah yang mendalam. Multaltuli adalah warga negara Belanda yang peduli akan nasib penduduk pribumi Lebak kala penjajahan dulu.
Meski Belanda yang sedang menjajah Nusantara saat itu, dia sebagai kaum kulit putih menentang tindakan kolonialisme. Meneguhkan semangat melawan kebodohan dan bangkit atau kemiskinan, Festival Seni Multatuli digelar pertama kalinya. Adapun Museum Multaltuli telah diresmikan pada 11 Februari 2018.
"FSM 2018 merupakan bagian dari potongan puzzle, untuk meneguhkan komitmen sekaligus ikhtiar masyarakat Lebak berjuang bersama, membawa kesejahteraan bagi masyarakat," ujar Iti Octavia Jayabaya, Bupati Lebak, Jumat, 7 September 2018.
FSM berlangsung sejak Kamis, 6 September 2018, hingga Minggu, 9 September 2018. Festival menampilkan sejarah Multatuli dan kebudayaan masyarakat Kabupaten Lebak.
"Hingga saat ini, semangat itu masih sangat relevan dengan perjuangan pemerintah bersama masyarakat Kabupaten Lebak, untuk memerangi penjajahan yang bertransformasi dalam wujud kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan," jelasnya.
Bupati Lebak menyebut gagasan Multatuli mengenai kemerdekaan, harmoni, kesederajatan, keberagaman, dan kemanusiaan harus mampu dimanifestasikan dalam hubungan antarsesama.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, dalam acara pembukaan menyebutkan bahwa acara itu diharapkan mampi menumbuhkan sifat menghargai nilai-nilai humanisme, nilai kemanusiaan yang insklusif.
"Yang memandang semua perbedaan sebagai sebuah rahmat dan kekayaan sebagai sebuah bangsa yang harusnya menjadi sumber kekuatan," kata Hilmar.
Multatuli lahir pada 2 Maret 1820 di Amsterdam, Belanda dan meninggal di Jerman pada 19 Februari 1887 pada usia 66 tahun.
from Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2wUp81zBagikan Berita Ini
0 Response to "Semangat Lawan Kebodohan dalam Festival Anti-Kolonialisme Multatuli"
Post a Comment